Kisah Warga Kampar Menuntut Ilmu ke Negeri Kincir Angin,
Raih Gelar Master, Yogi Harus Berdamai dengan Diri Sendiri
Kerja
keras takkan pernah mengkhianati hasil. Inilah yang telah dibuktikan
putra Kampar ini, saat menuntut ilmu hingga ke Negeri Kincir Angin.
Riauterkini-PEKANBARU-Kerja keras takkan pernah mengkhianati hasil.
Itulah adagium yang pas untuk menggambarkan perjuangan dan kerja keras
seorang anak desa bernama Yogi Suardiwerianto (30) dalam menempuh ilmu
hingga berhasil meraih gelar Master dari negeri kincir angin. Perjuangan
Yogi adalah perjuangan seorang anak manusia yang dipenuhi dengan
airmata, semangat yang tak henti saat diri merasa lelah dirantau, serta
kerja keras dan niat yang konsisten agar berhasil di negeri orang.
Tak semua orang bisa seperti Yogi dalam menjaga semangat serta niat yang
terus berkesinambungan. Sebagai manusia, rasa jenuh dan putus asa
adalah hal manusiawi. Yang tidak biasa adalah bagaimana rasa sentimentil
itu justru menjadi lecutan semangat bahkan dijadikan cambuk agar bisa
secepatnya mencapai satu titik, untuk kemudian mendarmabaktikan hasil
yang diperoleh pada negeri tercinta.
"Saya tak pernah menyangka bisa mencapai sejauh ini. Jujur saja, awalnya
saya sempat ingin menyerah dengan tantangan yang berdatangan apalagi
kita berada di negeri orang. Namun berkat dukungan dari keluarga dan
atasan saya, akhirnya semua bisa saya lalui," kenang Yogi, memulai
ceritanya.
Sebagai laki-laki asli kelahiran Teluk Dalam, Kabupaten Pelalawan, Yogi
lahir dan tumbuh di daerah yang jauh dari hiruk-pikuk kesibukan
orang-orang kota. Dari Teluk Dalam ke Ibukota Kabupaten Pelalawan saja
yakni Pangkalan Kerinci, butuh waktu sekitar 3 hingga 4 jam dengan
menyusuri Sungai Kampar. Jika ditempuh lewat daratan, waktunya akan
lebih lama lagi.
Namun ternyata, mimpi Yogi melampaui itu semua. Selepas sekolah di SMA
Plus Pekanbaru, Yogi meneruskan pendidikannya di jurusan Ilmu Kelautan
di Intstitut Pertanian Bogor (IPB), Bogor. Pengalaman hidup yang
mengajarkan Yogi tentang kesederhanaan dan ketepatan waktu, sehingga tak
mengalami kesulitan hingga akhirnya berhasil menggondol gelar Sarjana
Ilmu Kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Tanpa membuang waktu,
Yogi pulang ke kampung halaman di Riau dan langsung mencari pekerjaan.
Tahun 2011, Yogi berhasil diterima oleh perusahaan terkemuka di Riau, PT
Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Diterima di RAPP, Yogi ditempatkan
di Departemen Manajemen Lahan Gambut dengan jabatan Assistent Trainee.
Dinilai memiliki kondite yang bagus serta etos semangat kerja baik,
salah satu atasan Yogi memintanya untuk mengikuti program pendidikan
lanjutan yang dibuka oleh perusahaan. PT RAPP memang kerapkali
meneropong kinerja karyawan dan akan mempromosikan karyawan tersebut
jika dinilai memiliki kelebihan atau hal-hal lain yang akan bisa
memajukan perusahaan.
"Saya juga tak tahu persis, kenapa atasan memilih saya untuk mengikuti
program pendidikan lanjutan itu. Tapi karena saya senang mencari ilmu,
saya ikuti saja apa yang diperintahkan oleh atasan saya itu," katanya.
Lalu dengan beberapa rekannya, Yogi menghadapi serangkaian tugas terkait
dengan program studi yang akan diambil. Namun program studi yang akan
diambilnya ini berbeda dengan latar belakang studinya saat dia mengambil
gelar Sarjana. Tapi karena ruang lingkup kerjanya berkaitan dengan
gambut, maka mau tak mau membuat laki-laki kelahiran tahun 1987 ini
harus banting setir dalam meraih gelar Master-nya. Teknik Pengairan
adalah studi yang akan diambilnya guna mengambil gelar Master.
Di sinilah tantangan jika tak mau disebut kendala sepertinya mulai
terjadi. Ternyata, karena gelar Master yang diambilnya tidak inline
dengan jurusan yang diambil sebelumnya membuat banyak Universitas di
luar negeri yang menolak.
"Ada beberapa Universitas di Australia dan Inggris saya mendaftar, namun
lagi-lagi berakhir dengan penolakan," keluh Yogi sambil menghela napas.
Untungnya Yogi memiliki mental baja. Pelajaran hidup ketika menjadi anak
perantau telah menempanya menjadi laki-laki yang tak patah semangat.
Berbekal rekomendasi dari salah seorang rekannya, Yogi akhirnya
mendaftar dan lulus untuk M.Sc Programme: Water Science and Engineering
di IHE Delft Institute for Water Education, the Netherlands.
"Lumayan panjang perjuangannya untuk mengambil gelar Master di Universitas yang sesuai," katanya.
Cerita Yogi, bulan-bulan pertama kuliah adalah masa-masa terberat
baginya. Bahkan, sempat terbetik dibenaknya dan mengutuki kebodohannya
karena mau mengambil jurusan bukan lanjutan dari kuliahnya dulu. Jika
waktu bisa diputar ulang, ingin rasanya Yogi mengundurkan diri dari
semuanya ini. Pergolakan batin itu cukup lama mendekam di hatinya.
Bahkan sempat terpikir, dirinya ingin pulang saja ke Indonesia, ke rumah
orangtuanya di Salo Kabupaten Kampar.
"Tapi pada satu titik, saya mencoba reka ulang kembali perjalanan hidup
saya sampai saya menginjak Negeri Belanda ini. Perlahan, kesadaran itu
kembali muncul. Kesadaran untuk menuntaskan semuanya hingga selesai dan
memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang dicintainya. Termasuk juga
bagi perusahaan PT RAPP yang telah membiayai studi saya ini 100 persen
penuh," katanya.
Perlahan namun pasti, Yogi berhasil bangkit dari perang batinnya
sendiri. Jika mau berhasil maka dia harus berdamai dengan diri sendiri,
itu tekadnya. Namun bukan berarti setelah itu semuanya mulus saja,
karena dalam saat-saat tertentu pergolakan batin itu kembali muncul.
"Kalau pas bulan Ramadhan, rasa ingin pulang ke Indonesia, ke kampung
halaman itu makin menguat. Apalagi di negeri Belanda, lebih dari 12 jam
kita harus berpuasa. Di sana, karena musim yang berbeda dengan
Indonesia, kita mulai menahan lapar dari jam 3 dini hari sampai jam 10
malam. Kondisi-kondisi seperti itu yang membuat saya kangen dengan
Indonesia, dengan kampung halaman," ujarnya mengenang.
Namun ternyata hal-hal seperti itu yang justru makin melecutkan
semangatnya agar bisa secepatnya menyelesaikan studinya di Belanda.
Semua mata kuliah dan tugas-tugas dari dosennya tak ada yang tak dia
ikuti. Hingga akhirnya, dua tahun kurang dua bulan, Yogi berhasil
menyelesaikan kuliahnya dan kembali ke tanah air dengan meraih IPK 7,7
dari skala 10.
Kembali bekerja di PT RAPP, Yogi mulai menerapkan ilmu-ilmu teknik
pengairan yang didapatnya terutama menerapkan sistem Hydraulical
Modelling yang lebih canggih di perusahaan yang telah membiayainya
hingga meraih gelar Master. Dan kini, bersama satu rekan departemennya,
Yogi mulai menjalankan teknologi canggih yang dipelajarinya dari hasil
studinya yakni Integrated Catchment Modelling.
Kini, bekerja di perusahaan yang telah memberikan mimpi yang melampaui
dari cita-citanya dulu, membuat Yogi ingin memberikan yang terbaik bagi
perusahaannya ini. Kadang, dia bersyukur bahwa dirinya bisa terpilih
untuk melanjutkan studi ke negeri Belanda hingga meraih gelar Master.
Pasalnya,
dia teringat saat kawan-kawan sekelasnya yang bersama-sama mengambil
Master heran karena dirinya bisa disekolahkan oleh perusahaan tempatnya
bekerja. Sepertinya, bagi mareka hal seperti itu tak lazim. Soalnya,
perusahaan Internasional sekelas RAPP pasti akan mudah merekrut karyawan
ahli yang dibutuhkan oleh perusahaan, tapi ini kebalikan karena RAPP
justru membiayai karyawannya agar karyawan tersebut bisa ahli di bidang
tertentu, yang dibutuhkan oleh perusahaan.
"Mereka bilang, kok mau ya perusahaan Internasional membiayai
karyawannya untuk sekolah lagi? Padahal jika perusahaan butuh karyawan
expert dengan keahlian tertentu, mereka hanya tinggal merekrut saja
ahlinya, begitu kata kawan-kawan saya. Karena itu, saya merasa bersyukur
RAPP telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mendalami ilmu,"
ungkapnya.
Tapi sebenarnya, lanjutnya, apa yang dilakukan RAPP dengan membiayai
karyawan untuk melanjutkan studi hingga ahli di bidang tertentu, itu
adalah hal yang lumrah bagi perusahaan RAPP. Pasalnya, sudah banyak
karyawan yang merasakan dan menikmati ilmu yang diraihnya dari hasil
studi yang dibiayai oleh perusahaan.
"Jadi bagi kami sendiri, ini sebenarnya tak aneh. RAPP sudah biasa
karena ini adalah sebagai bentuk investasi dalam pengembangan bakat
karyawan di perusahaan. Nilai profesional benar-benar menjadi tolak
ukur. Bahkan Grup APRIL sendiri memberi dukungan bagi karyawannya
melalui penawaran beasiswa, tunjangan kesejahteraan dan program
pelatihan. Bagi saya, RAPP dengan Grup APRIL-nya telah banyak memberikan
karyawannya kepercayaan, kepercayaan untuk berkembang terus sehingga
dapat memberikan yang terbaik bagi perusahaan lewat kemampuan yang kita
miliki," tutupnya.
http://www.riauterkini.com/pendidikan.php?arr=129015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar