Senin, 01 November 2010
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 1/11
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
P E R S
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan
rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis,
sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum
dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat
sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi
manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum,
dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar
informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak,
kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan
pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan
hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan- ketentuan
Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4
Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982
sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undangundang
Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 2/11
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran
yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha
pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan,
atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media
elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi
informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau
peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban
melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan
jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan
peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak
mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus
dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama
baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan
kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang
orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap
suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah
diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsipprinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,
dan kontrol sosial.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 3/11
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi
sebagai lembaga ekonomi.
Pasal 4
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga
tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan
Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers
dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk
kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 4/11
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara
terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama
dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan
hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara
Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers
nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
b. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
c. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat
atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
d. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
e. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di
bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
f. mendata perusahaan pers;
3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang
dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan
dengan keputusan Presiden.
6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat
dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers;
c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di
Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 5/11
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan
menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan
teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan
meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan
yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat
(2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di
bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku
atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini,
wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuanketentuan
Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap
Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 6/11
Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut
ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan
penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
Salinan sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
PR
Edy Sudibyo
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 7/11
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
P E R S
I. UMUM
Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi
media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana
untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers
berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-undang
Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers. Fungsi maksimal
itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan
kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat
terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta
keadilan dan kebenaran terwujud.
Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi
juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan
Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang
berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa
gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan
buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas
wilayah".
Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme,
maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati
hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka
dikontrol oleh masyarakat.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 8/11
Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya
Hak Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti
pemantau media (media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk
dan cara.
Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak
mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas
pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat
dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.
Pasal 4
Ayat 1
Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak
asasi warga negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan
pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak
masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan
pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh
pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik
Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.
Ayat 2
Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku
pada media cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan
merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam
ketentuan undang-undang yang berlaku.
Ayat 3
Cukup jelas
Ayat 4
Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat
melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak
menyebutkan identitas sumber informasi.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 9/11
Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh
pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di
pengadilan.
Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara
atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.
Pasal 5
Ayat 1
Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau
membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasuskasus
yang masih dalam proses peradilan, serta dapat
mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam
pemberitaan tersebut.
Ayat 2
Cukup jelas
Ayat 3
Cukup jelas
Pasal 6
Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan
menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong
ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi
hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.
Pasal 7
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Yang dimaksud dengan "Kode Etik Jurnalistik" adalah kode etik yang
disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan “perlindungan hukum” adalah jaminan perlindungan
Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi,
hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
Ayat 1
Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama
untuk bekerja sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk
mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil
10/11
karena itu negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk
lembaga atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers.
Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 10
Yang dimaksud dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji,
bonus, pemberian asuransi dan lain-lain.
Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara
manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak
mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara :
a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung
jawab penerbitan serta nama dan alamat percetakan;
b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada awal
atau akhir setiap siaran karya jurnalistik;
c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter
media yang bersangkutan.
Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban atas karya
jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.
Yang dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab
perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi.
Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana pengamat ketentuan perundangundangan
yang berlaku.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat 1
Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan
kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers
nasional.
Ayat 2
Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana
dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil
11/11
Jawab, Hak Koreksi dan dugaan pelanggaran terhadap Kode
Etik Jurnalistik.
Ayat 3
Cukup jelas
Ayat 4
Cukup jelas
Ayat 5
Cukup jelas
Ayat 6
Cukup jelas
Ayat 7
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini dapat dibentuk lembaga atau organisasi
pemantau media (media watch).
Pasal 18
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers,
maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung jawab sebagaimana
dimaksud dalam penjelasan Pasal 12.
Ayat 3
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3887
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 1/11
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
P E R S
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan
rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis,
sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum
dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 harus dijamin;
b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat
sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi
manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum,
dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar
informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak,
kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan
pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan
hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun;
d. bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan- ketentuan
Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4
Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982
sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, b, c, d, dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 28 Undangundang
Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERS.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 2/11
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan :
1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran
yang tersedia.
2. Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha
pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan,
atau menyalurkan informasi.
3. Kantor berita adalah perusahaan pers yang melayani media cetak, media
elektronik, atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4. Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5. Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6. Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7. Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan asing.
8. Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi
informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau
peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban
melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan
jurnalistik.
9. Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan
peredaran atau penyiaran secara paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak
mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus
dirahasiakannya.
11. Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan
tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama
baiknya.
12. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan
kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang
orang lain.
13. Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap
suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah
diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN
PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsipprinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
1. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,
dan kontrol sosial.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 3/11
2. Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi
sebagai lembaga ekonomi.
Pasal 4
1. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
2. Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran.
3. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
4. Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
1. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga
tak bersalah.
2. Pers wajib melayani Hak Jawab.
3. Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranannya sebagai berikut :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan
Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran;
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
1. Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
2. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
1. Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.
2. Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers
dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk
kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 4/11
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara
terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama
dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan iklan dilarang memuat iklan :
a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan
hidup antar umat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara
Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
1. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers
nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2. Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers;
b. menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;
c. memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat
atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
d. mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah;
e. memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di
bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan;
f. mendata perusahaan pers;
3. Anggota Dewan Pers terdiri dari :
a. wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b. pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
c. tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang
dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers;
4. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh anggota.
5. Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan
dengan keputusan Presiden.
6. Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun dan sesudah itu hanya dapat
dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7. Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari :
a. organisasi pers;
b. perusahaan pers;
c. bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di
Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 5/11
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 17
1. Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan
menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan
teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan
meningkatkan kualitas pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 18
1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan
yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat
(2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
2. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
3. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana
dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (Seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
1. Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di
bidang pers yang berlaku serta badan atau lembaga yang ada tetap berlaku
atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
2. Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini,
wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2815) yang telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuanketentuan
Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
4 Tahun 1967 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 52,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia);
2. Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap
Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 6/11
Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut
ketentuan mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan
penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
Salinan sesuai dengan aslinya.
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II
PR
Edy Sudibyo
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 7/11
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 1999
TENTANG
P E R S
I. UMUM
Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi
media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana
untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut. Agar pers
berfungsi secara maksimal sebagaimana diamanatkan Pasal 28 Undang-undang
Dasar 1945 maka perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers. Fungsi maksimal
itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan
kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat
terjamin, sistem penyelenggaraan negara yang transparan berfungsi, serta
keadilan dan kebenaran terwujud.
Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi
juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor:
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi sejalan dengan
Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak Asasi Manusia Pasal 19 yang
berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan
pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa
gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan
buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas
wilayah".
Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial sangat penting pula untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme,
maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati
hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka
dikontrol oleh masyarakat.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 8/11
Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dengan dijaminnya
Hak Jawab dan Hak Koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti
pemantau media (media watch) dan oleh Dewan Pers dengan berbagai bentuk
dan cara.
Untuk menghindari pengaturan yang tumpang tindih, undang-undang ini tidak
mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas
pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat
dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.
Pasal 4
Ayat 1
Yang dimaksud dengan "kemerdekaan pers dijamin sebagai hak
asasi warga negara" adalah bahwa pers bebas dari tindakan
pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak
masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan
pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh
pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik
Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.
Ayat 2
Penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran tidak berlaku
pada media cetak dan media elektronik. Siaran yang bukan
merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam
ketentuan undang-undang yang berlaku.
Ayat 3
Cukup jelas
Ayat 4
Tujuan utama Hak Tolak adalah agar wartawan dapat
melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak
menyebutkan identitas sumber informasi.
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil 9/11
Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh
pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di
pengadilan.
Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara
atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan.
Pasal 5
Ayat 1
Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau
membuat kesimpulan kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasuskasus
yang masih dalam proses peradilan, serta dapat
mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam
pemberitaan tersebut.
Ayat 2
Cukup jelas
Ayat 3
Cukup jelas
Pasal 6
Pers nasional mempunyai peranan penting dalam memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan pendapat umum, dengan
menyampaikan informasi yang tepat, akurat dan benar. Hal ini akan mendorong
ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya supremasi
hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.
Pasal 7
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Yang dimaksud dengan "Kode Etik Jurnalistik" adalah kode etik yang
disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan “perlindungan hukum” adalah jaminan perlindungan
Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi,
hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 9
Ayat 1
Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama
untuk bekerja sesuai dengan Hak Asasi Manusia, termasuk
mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pers nasional mempunyai fungsi dan peranan yang penting dan strategis
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil
10/11
karena itu negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk
lembaga atau badan usaha untuk menyelenggarakan usaha pers.
Ayat 2
Cukup jelas
Pasal 10
Yang dimaksud dengan "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji,
bonus, pemberian asuransi dan lain-lain.
Pemberian kesejahteraan tersebut dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara
manajemen perusahaan dengan wartawan dan karyawan pers.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak
mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
Pengumuman secara terbuka dilakukan dengan cara :
a. media cetak memuat kolom nama, alamat, dan penanggung
jawab penerbitan serta nama dan alamat percetakan;
b. media elektronik menyiarkan nama, alamat, dan penanggungjawabnya pada awal
atau akhir setiap siaran karya jurnalistik;
c. media lainnya menyesuaikan dengan bentuk, sifat dan karakter
media yang bersangkutan.
Pengumuman tersebut dimaksudkan sebagai wujud pertanggungjawaban atas karya
jurnalistik yang diterbitkan atau disiarkan.
Yang dimaksud dengan "penanggung jawab" adalah penanggung jawab
perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi.
Sepanjang menyangkut pertanggungjawaban pidana pengamat ketentuan perundangundangan
yang berlaku.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat 1
Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan
kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers
nasional.
Ayat 2
Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana
dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak
UU 40/1999: PERS
HOP Itjen Dep. Kimpraswil
11/11
Jawab, Hak Koreksi dan dugaan pelanggaran terhadap Kode
Etik Jurnalistik.
Ayat 3
Cukup jelas
Ayat 4
Cukup jelas
Ayat 5
Cukup jelas
Ayat 6
Cukup jelas
Ayat 7
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Untuk melaksanakan peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat ini dapat dibentuk lembaga atau organisasi
pemantau media (media watch).
Pasal 18
Ayat 1
Cukup jelas
Ayat 2
Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers,
maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung jawab sebagaimana
dimaksud dalam penjelasan Pasal 12.
Ayat 3
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3887
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
UNDANG¬ UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi
ketahanan nasional;
b. bahwa
hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan
informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis
yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik;
c. bahwa
keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan
pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik
lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik;
d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, perlu membentuk UndangUndang tentang Keterbukaan
Informasi Publik;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : UNDANGUNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi
adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang
mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun
penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan
dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.
2. Informasi
Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim,
dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangUndang
ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
3. Badan
Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain
yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara,
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar
negeri.
4. Komisi
Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan
UndangUndang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk
teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa
informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
5. Sengketa
Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan
pengguna informasi publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan
menggunakan informasi berdasarkan perundangundangan.
6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi.
7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi informasi.
8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu pada badan publik.
9. Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung
jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau
pelayanan informasi di badan publik.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
12. Pemohon Informasi
Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang
mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Asas
Pasal 2
(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
(3) Setiap
Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik
dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
(4) Informasi
Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan UndangUndang,
kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang
konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada
masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup
Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada
membukanya atau sebaliknya.
Bagian Kedua
Tujuan
Tujuan
Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. menjamin
hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik,
program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta
alasan pengambilan suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
d. mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan
efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
g. meningkatkan
pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk
menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Hak Pemohon Informasi Publik
Pasal 4
(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang berhak:
a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik;
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan UndangUndang ini; dan/atau
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut.
(4) Setiap
Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan
apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau
kegagalan sesuai dengan ketentuan UndangUndang ini.
Bagian Kedua
Kewajiban Pengguna Informasi Publik
Pasal 5
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pengguna
Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh
Informasi Publik, baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun
untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Bagian Ketiga
Hak Badan Publik
Hak Badan Publik
Pasal 6
(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hakhak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik
Kewajiban Badan Publik
Pasal 7
(1) Badan
Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi
Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi
Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
(3) Untuk
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik
harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi
untuk
mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
(4) Badan
Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang
diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
(5) Pertimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan
negara.
(6) Dalam
rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (4) Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media
elektronik dan nonelektronik.
Pasal 8
Kewajiban
Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan pendokumentasian
Informasi Publik dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangundangan.
BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
Pasal 9
(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala.
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
(3) Kewajiban
memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
(4) Kewajiban
menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam
bahasa yang mudah dipahami.
(5) Caracara
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik memberikan dan
menyampaikan Informasi Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi
Informasi.
Bagian Kedua
Informasi yang Wajib Diumumkan secara Sertamerta
Pasal 10
(1) Badan
Publik wajib mengumumkan secara sertamerta suatu informasi yang dapat
mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
(2) Kewajiban
menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam
bahasa yang mudah dipahami.
Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
Pasal 11
(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang dikecualikan;
b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum;
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
(2) Informasi
Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan
mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 dinyatakan sebagai Informasi
Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik
menyediakan Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi
Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Petunjuk Teknis Komisi Informasi.
Pasal 12
Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:
a. jumlah permintaan informasi yang diterima;
b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi;
c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau
d. alasan penolakan permintaan informasi.
Pasal 13
(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan
b. membuat
dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat,
mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi
Publik yang berlaku secara nasional.
(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.
Pasal 14
Informasi
Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara
dalam UndangUndang ini adalah:
a. nama
dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha,
jangka waktu pendirian, dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial perusahaan yang telah diaudit;
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
g. kasus hukum yang berdasarkan UndangUndang terbuka sebagai Informasi Publik;
h. pedoman
pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan
prinsipprinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
kemandirian, dan kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi lain yang ditentukan oleh UndangUndang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 15
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam UndangUndang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program umum dan kegiatan partai politik;
c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;
d. pengelolaan
dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. mekanisme pengambilan keputusan partai;
f. keputusan
partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau
keputusan lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
partai terbuka untuk umum; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh UndangUndang yang berkaitan dengan partai politik.
Pasal 16
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi nonpemerintah dalam UndangUndang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program dan kegiatan organisasi;
c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;
d. pengelolaan
dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan
masyarakat, dan/atau sumber luar negeri;
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
f. keputusankeputusan organisasi; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan.
BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
Pasal 17
Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali:
a. Informasi
Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi
Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang
dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;
3. mengungkapkan
data intelijen kriminal dan rencanarencana yang berhubungan dengan
pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi
Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi
Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
c. Informasi
Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi
Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
- informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
- dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
- jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
- gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
- data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
- sistem persandian negara; dan/atau
- sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
- rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara;
- rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;
- rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
- rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
- rencana awal investasi asing;
- proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
- hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi
Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi
Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri :
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
g. Informasi
Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang
bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
- riwayat dan kondisi anggota keluarga;
- riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
- kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
- hasilhasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
- catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum
atau suratsurat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang
menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau
pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan UndangUndang.
Pasal 18
(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:
a. putusan badan peradilan;
b. ketetapan,
keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik
yang tidak berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar
serta pertimbangan lembaga penegak hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau
g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila :
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatanjabatan publik.
(3) Dalam
hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga Negara Penegak
Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh UndangUndang dapat membuka
informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.
(4) Pembukaan
informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan cara mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
(5) Permintaan
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan
pemeriksaan perkara perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan
negara di pengadilan, permintaan izin diajukan oleh Jaksa Agung sebagai
pengacara negara kepada Presiden.
(6) Izin
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)
diberikan oleh Presiden kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga Negara
Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.
(7) Dengan
mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan
kepentingan umum, Presiden dapat menolak permintaan informasi yang
dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 19
Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib
melakukan pengujian tentang konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan Informasi
Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang.
Pasal 20
(1) Pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf f tidak bersifat permanen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
Pasal 21
Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.
Pasal 22
(1) Setiap
Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh
Informasi Publik kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak
tertulis.
(2) Badan
Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek
dan format informasi serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh
Pemohon Informasi Publik.
(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak tertulis.
(4) Badan
Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan
Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa
nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima.
(5) Dalam
hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat
elektronik, nomor pendaftaran diberikan saat penerimaan permintaan.
(6) Dalam
hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran
dapat diberikan bersamaan dengan pengiriman informasi.
(7) Paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan
Publik yang bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis yang
berisikan :
a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak;
b. Badan
Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang
diminta apabila informasi yang diminta tidak berada di bawah
penguasaannya dan Badan Publik yang menerima permintaan mengetahui
keberadaan informasi yang diminta;
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan diberikan;
e. dalam
hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat
dihitamkan dengan disertai alasan dan materinya;
f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau
g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.
(8) Badan
Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7
(tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan alasan secara tertulis.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi Informasi.
BAB VII
KOMISI INFORMASI
KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Fungsi
Fungsi
Pasal 23
Komisi
Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan
UndangUndang ini dan peraturan pelaksanaannya menetapkan petunjuk
teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kedua
Kedudukan
Kedudukan
Pasal 24
(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi Informasi kabupaten/kota.
(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.
(3) Komisi Informasi
provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi
kabupaten/kota berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Bagian Ketiga
Susunan
Susunan
Pasal 25
(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
(2) Anggota
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota
berjumlah 5 (lima) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur
masyarakat.
(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua merangkap anggota.
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi.
(5) Pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan musyawarah seluruh
anggota Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan
dilakukan pemungutan suara.
Bagian Keempat
Tugas
Tugas
Pasal 26
(1) Komisi Informasi bertugas :
a. menerima,
memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi
Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh
setiap Pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud
dalam UndangUndang ini;
b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi;
b. menerima,
memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum
terbentuk; dan
c. memberikan
laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan UndangUndang ini
kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun
sekali atau sewaktuwaktu jika diminta.
(3) Komisi
Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas
menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah
melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kelima
Wewenang
Wewenang
Pasal 27
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang:
a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa;
b. meminta
catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait
untuk mengambil keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi
Publik;
c. meminta
keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang
terkait sebagai saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik;
d. mengambil
sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi
nonlitigasi penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja Komisi Informasi.
(2) Kewenangan
Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa
Informasi Publik yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik
tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat kabupaten/kota selama
Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota
tersebut belum terbentuk.
(3) Kewenangan
Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa
yang menyangkut Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan.
(4) Kewenangan
Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian
sengketa yang menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang
bersangkutan
Bagian Keenam
Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban
Pasal 28
(1) Komisi
Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan
laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Komisi
Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan
laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang bersangkutan.
(3) Komisi
Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan
menyampaikan laporan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.
(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat terbuka untuk umum.
Bagian Ketujuh
Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi
Pasal 29
(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi.
(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3) Sekretariat
Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh
Menteri yang tugas dan wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika
berdasarkan usulan Komisi Informasi.
(4) Sekretariat
Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan
wewenangnya di bidang komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang
bersangkutan.
(5) Sekretariat
Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang
mempunyai tugas dan wewenang di bidang komunikasi dan informasi di
tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.
(6) Anggaran
Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, anggaran Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan.
Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 30
(1) Syaratsyarat pengangkatan anggota Komisi Informasi:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas dan tidak tercela;
c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih;
d. memiliki
pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan Informasi Publik
sebagai bagian dari hak asasi manusia dan kebijakan publik;
e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik;
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi anggota Komisi Informasi;
g. bersedia bekerja penuh waktu;
h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; dan
i. sehat jiwa dan raga.
(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan objektif.
(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat.
(4) Setiap
Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota
Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai
alasan.
Pasal 31
(1) Calon
anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Anggota
Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.
Pasal 32
(1) Calon
anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau
bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling
banyak 15 (lima belas) orang calon.
(2) Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota memilih
anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Anggota
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota yang
telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota selanjutnya ditetapkan
oleh gubernur dan/atau bupati/walikota.
Pasal 33
Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya.
Pasal 34
(1) Pemberhentian
anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi
Informasi sesuai dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk
Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk Komisi Informasi
provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi
kabupaten/kota untuk ditetapkan.
(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. telah habis masa jabatannya;
c. mengundurkan diri;
d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara;
e. sakit
jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan
tidak dapat menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturutturut; atau
f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi Informasi.
(3) Pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan
Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi
Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota untuk Komisi
Informasi kabupaten/kota.
(4) Pergantian
antarwaktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah
berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
untuk Komisi Informasi Pusat, oleh gubernur setelah berkonsultasi
dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi
Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi
dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk
Komisi Informasi kabupaten/kota.
(5) Anggota
Komisi Informasi pengganti antarwaktu diambil dari urutan berikutnya
berdasarkan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan
sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi pada periode
dimaksud.
BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 35
(1) Setiap
Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis
kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan
alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam UndangUndang ini.
(2) Alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat
diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak.
Pasal 36
(1) Keberatan
diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
(2) Atasan
pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan
tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya keberatan secara tertulis.
(3) Alasan
tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) menguatkan putusan yang
ditetapkan oleh bawahannya.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi
Pasal 37
(1) Upaya
penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi
Pusat dan/atau Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya apabila tanggapan atasan
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak
memuaskan Pemohon Informasi Publik.
(2) Upaya
penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan
tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat
(2).
Pasal 38
(1) Komisi
Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi
Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14
(empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian
Sengketa Informasi Publik.
(2) Proses
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat
dapat diselesaikan dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.
Pasal 39
Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui Mediasi bersifat final dan mengikat.
BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI
HUKUM ACARA KOMISI
Bagian Kesatu
Mediasi
Mediasi
Pasal 40
(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela.
(2) Penyelesaian
sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara
yang terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, huruf f, dan huruf g.
(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi.
Pasal 41
Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan sebagai mediator.
Bagian Kedua
Ajudikasi
Ajudikasi
Pasal 42
Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi
Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak
berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik
diri dari perundingan.
Pasal 43
(1) Sidang
Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3
(tiga) orang anggota komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal.
(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum.
(3) Dalam
hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumendokumen yang termasuk
dalam pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang
pemeriksaan perkara bersifat tertutup.
(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 44
(1) Dalam
hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian Sengketa
Informasi Publik, Komisi Informasi memberikan salinan permohonan
tersebut kepada pihak termohon.
(2) Pihak
termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan
Publik atau pejabat terkait yang ditunjuk yang didengar keterangannya
dalam proses pemeriksaan.
(3) Dalam
hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi
dapat memutus untuk mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun
tertulis.
(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
Bagian Keempat
Pembuktian
Pembuktian
Pasal 45
(1) Badan
Publik harus membuktikan halhal yang mendukung pendapatnya apabila
menyatakan tidak dapat memberikan informasi dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35 ayat (1) huruf a.
(2) Badan
Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya apabila
Pemohon Informasi Publik mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa
Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b
sampai dengan huruf g.
Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi
Putusan Komisi Informasi
Pasal 46
(1) Putusan
Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap
seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisikan salah satu
perintah di bawah ini:
a. membatalkan putusan
atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau
seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai
dengan keputusan Komisi Informasi; atau
b. mengukuhkan putusan
atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak
memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Putusan
Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu
perintah di bawah ini:
a. memerintahkan
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam UndangUndang ini;
b. memerintahkan
Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian
informasi sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini; atau
c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi.
(3) Putusan
Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali
putusan yang menyangkut informasi yang dikecualikan.
(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
(5) Apabila
ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat
yang berbeda dari putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut
dilampirkan dalam putusan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari
putusan tersebut.
BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan
Gugatan ke Pengadilan
Pasal 47
(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara.
(2) Pengajuan
gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah
Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Pasal 48
(1) Pengajuan
gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya
dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa
secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi
Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya
putusan tersebut.
(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat tertutup.
Pasal 49
(1) Putusan
pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian
Sengketa Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan akses
terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisi salah satu
perintah berikut:
a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
(2) Putusan
pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian
Sengketa Informasi Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g berisi salah satu
perintah berikut:
a. memerintahkan
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam UndangUndang ini dan/atau
memerintahkan untuk memenuhi jangka waktu pemberian informasi
sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini;
b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau
c. memutuskan biaya penggandaan informasi.
b. Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
Bagian Kedua
Kasasi
Kasasi
Pasal 50
Pihak
yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau
pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung paling
lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan
pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
Setiap
Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan
hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 52
Badan
Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan,
dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik
secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara
sertamerta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau
Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai
dengan UndangUndang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain
dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 53
Setiap
Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak,
dan/atau menghilangkan dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa
pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan kepentingan
umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 54
(1) Setiap
Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh
dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam
Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i,
dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap
Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh
dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam
Pasal 17 huruf c dan huruf e, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah).
Pasal 55
Setiap
Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar
atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 56
Setiap
pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam UndangUndang ini dan juga
diancam dengan sanksi pidana dalam UndangUndang lain yang bersifat
khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari UndangUndang yang lebih
khusus tersebut.
Pasal 57
Tuntutan pidana berdasarkan UndangUndang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan umum.
BAB XII
KETENTUAN LAINLAIN
KETENTUAN LAINLAIN
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya UndangUndang ini.
Pasal 60
Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UndangUndang ini.
Pasal 61
Pada saat diberlakukannya UndangUndang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan UndangUndang.
Pasal 62
Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya UndangUndang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Pada
saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 64
(1) UndangUndang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan.
(2) Penyusunan
dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi,
sarana dan prasarana, serta halhal lainnya yang terkait dengan
persiapan pelaksanaan UndangUndang ini harus rampung paling lambat 2
(dua) tahun sejak UndangUndang ini diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 2008
http://pustakabagopscianjur.blogspot.co.id/2010/11/undang-undang-republik-indonesia-nomor_01.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar