Laporan PBB
Pelanggaran HAM di Filipina Selatan Meningkat
JENEWA
- Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap komunitas Muslim di
Filipina selatan dapat meningkat saat Presiden Rodrigo Duterte
memperpanjang status darurat militer.
Duterte menyebut wilayah
Mindanao sebagai titik masalah dan kekerasan oleh militan serta
pemberontak. Dia menerapkan darurat militer pada Mei setelah militan
mengambil alih kota Marawi.
Pengepungan dan perang di Marawi
menjadi krisis keamanan terbesar di Filipina dalam beberapa dekade
terakhir. Konflik Marawi menewaskan lebih dari 1.100 orang.
Anggota
parlemen Filipina bulan ini mendukung rencana memperpanjang darurat
militer di wilayah itu hingga 2018. Ini merupakan periode darurat
militer terpanjang di Filipina sejak era pemerintahan Ferdinand Marcos
pada 1970-an.
“Militerisasi telah memaksa ribuan warga asli Lumad
mengungsi dan beberapa orang tewas,” ungkap Victoria Tauli-Corpuz dan
Cecilia Jimenez-Damary, pelapor khusus Dewan HAM Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk hak asasi warga asli dan pengungsi internal.
Kedua
orang itu menambahkan, “Mereka mengalami pelanggaran HAM dalam skala
luas dana parah. Kami khawatir situasi dapat memburuk jika perpanjangan
darurat militer hingga akhir 2018 mengakibatkan militerisasi lebih
luas.”
Filipina memiliki kewajiban dalam hukum internasional
untuk melindungi warga asli dan menjamin tidak terjadi pelanggaran HAM.
“Ini termasuk tuduhan pembunuhan dan berbagai serangan yang dilakukan
anggota pasukan bersenjata,” papar kedua pelapor HAM PBB tersebut,
dikutip kantor berita Reuters.
Pemerintah Filipina
khawatir wilayah pegunungan dan hutan di Mindanao itu dapat menarik para
militan asing. Wilayah Mindanao memiliki luas sama dengan Korea Selatan
(Korsel).
Para pakar PBB menyatakan, mereka memiliki informasi
yang menyatakan 2.500 warga Lumad telah mengungsi sejak Oktober. Para
petani Lumad juga dibunuh pasukan militer pada 3 Desember di provinsi
Cotabao Selatan.
“Kami khawatir beberapa serangan ini berdasarkan
kecurigaan tanpa dasar bahwa Lumad terlibat dengan kelompok militan
atau dianggap melawan aktivitas pertambangan di tanah leluhur mereka,”
papar kedua pelapor PBB itu.
Di Manila, anggota oposisi di Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mengajukan petisi agar Mahkamah Agung (MA)
memeriksa legalitas perpanjangan status darurat militer di Filipina
Selatan. Mereka meminta MA mendeklarasikan bahwa perpanjangan status itu
batal demi hukum karena tidak ada cukup alasan nyata adanya invasi atau
pemberontakan, seperti yang disyaratkan konstitusi.
Juru bicara
Duterte mengatakan, perpanjangan status darurat militer itu diperlukan
untuk membersihkan sisa teroris yang berperang di Marawi dan wilayah
sekitarnya.
Sejak Duterte menjabat pada Juni tahun lalu, Filipina
juga mendapat kritik internasional karena membunuh sekitar 3.900 orang
dalam operasi antinarkoba oleh kepolisian. (Muh Shamil)
https://international.sindonews.com/read/1269514/40/pelanggaran-ham-di-filipina-selatan-meningkat-1514507885
Tidak ada komentar:
Posting Komentar